Jumat, 02 Agustus 2013

Panwaslu Kecamatan Lemahabang Seleksi Calon PPL




Sebanyak 11 calon PPL mengikuti test wawancara dalam seleksi penerimaan PPL panwaslu Kecamatan Lemahabang yang dilaksanakan haari ini Sabtu (03/07) di secretariat Panwaslu Kecamatan Lemahabang.
11 calon PPL yang mendaftar ke Panwaslu Kecamatan Lemahabang mewakili 11 desa yang berada di Kecamatan Lemahabang, kecuali Desa Kedawung. Sampai waktu pendaftaran dan penerimaan berkas ditutup kemarin, calon PPL dari desa tersebut tidak ada yang mengambil formulir pendaftaran yang disiapkan tim seleksi PPL.
Sementara dari 11 calon yang mendaftar 2 orang perwakilan dari Desa Pulokalapa.
Berikut daftar calon PPL  yang mendaftar ke Panwaslu Kecamatan Lemahabang :
1.       Asep Saripudin ( Desa Waringinkarya),
2.       Daud Abdul Rosid ( Desa Pulomulya),
3.       Jaenal Apip ( Desa Pasirtanjung),
4.       Budiyawan (Desa Lemahabang),
5.       Ganda Casmita (Desa Karangtanjung),
6.       Dedi Rusdi ( Desa Pulokalapa),
7.       Endang Suharyana (Desa Pulokalapa),
8.       Fachrudin (Desa Lemahmukti),
9.       Akhmad Patoni (Desa  Pulojaya)
10.   Sunarya ( Desa Ciwaringin), dan
11.   Saprudin (Desa Karyamukti).
Menurut Ir.Agus Supriadi, ketua Tim Seleksi PPL, pelaksanaan test ini merupakan uji kelayakan bagi para calon PPL yang ada di Kecamatan Lemahabang. Lebih lanjut, Ir.Agus mengemukakan PPL tidak saja dituntut tegas dalam bertugas tapi juga harus dibekali pengetahuan seputar kepengawasan.

(affandi)

Bawaslu Harusnya Punya Kewenangan Penyadapan


Bawaslu Harusnya Punya Kewenangan Penyadapan
Rahmad Hidayat/Tribunnews.com
Boni Hargens
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens, mengingatkan adanya kejahatan politik kartel yang terlibat dalam penyelenggara pemilihan umum.Kartel-kartel tersebut bekerja sama dengan penyelenggara Pemilu untuk menguasai puncak-puncak kekuasaan."Politik kartel itu satu kejahatan politik. Mustahil ini bukan kesengajaan. Saya yakin KPU ikut terlibat melakukan kejahatan," ujar Boni saat dikusi di Media Centre Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Kamis (1/8/2013).Contoh nyata bagaimana peran kartel dalam bekerja sama dengan KPU adalah proses pendaftaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur dan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang.Pilgub Jawa Timur, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat tiga komisioner KPU Jawa Timur karena pelanggaran kode etik yang diadukan pasangan Khofifah Indarparawansa - Herman S Sumawiredja."Ada kartel politik yang ingin menguasai arus kekuasaan di Jawa Timur. Sutiyoso pernah mengatakan kepada saya ada yang ingin membeli PKPI Rp 70 miliar. Tadi dia tidak mau. Di Tangerang juga demikian," kata Boni.Untuk mengatasi politik kartel yang bekerja sama dengan penyelenggara Pemilu, Boni menilai Bawaslu diberi kewenangan untuk menyadap.
 
 "Kita berharap diberi kekuasaan dengan diberikan penyadapan agar bisa mengungkap fakta-fakta di lapangan," ujarnya. (Sumber: www.tribunnews.com

Irmadi: Parpol Harus Proaktif Klarifikasi Data DPS


Irmadi: Parpol Harus Proaktif Klarifikasi Data DPS st Irmadi Lubis


  TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Kelompok Fraksi Badan Legislasi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, H Irmadi Lubis mengingatkan Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum dan Partai Politik agar tidak hanya mengharapkan kesadaran rakyat untuk memperbaiki Daftar Pemilih Sementara (DPS).
 "Rakyat sudah apatis dan tidak peduli jika dirinya terdaftar atau tidak terdaftar sebagai pemilih. Jadi kalau hanya menunggu kesadaran rakyat untuk memperbaiki DPS, dengan cara rakyat yang punya hak pilih melapor bahwa dirinya belum terdaftar, sama halnya dengan bermimpi," ujar Irmadi Lubis, Jumat (2/8/2013).Wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumut 1 ini meminta Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri untuk bekerja keras memperbaiki data kependudukan dengan menggerahkan seluruh potensi yang dimiliki, dari gubernur hingga kepala desa. KPU juga tidak bisa lepas tangan dan hanya menganggap tugasnya selesai setelah mengumumkan DPS itu kepada rakyat. KPU juga harus menggerakkan petugasnya dari pusat, provinsi, kabupaten, hingga tingkat KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara. Selain itu, Parpol juga harus proaktif melakukan klarifikasi data DPS Pemilu 2014 ini dengan menggerakkan mesin parpol dari pusat hingga ke ranting.
"Marilah kita sama-sama bekerja untuk memastikan keakuratan jumlah rakyat yang punya hak memilih . Pemilu dan Pilpres 2014 mendatang harus sebagai landasan daftar pemilih yang akurat, dan jangan lagi ketidakakuratan daftar pemilih selalu menjadi masalah," kata Irmadi Lubis.
Mengenai ketidakakuratan DPS yang dipublikasikan KPU dan mendapat banyak kritikan, Irmadi mengakui hal itu sebagai bukti bahwa data yang dipakai selama ini, baik di Pemilu 2009 maupun di berbagai pemilihan kepala daerah merupakan data yang tidak akurat.
"Ini bukti, bahwa masalah jumlah pemilih pada Pemilu 2009 lalu wajar dipermasalahkan. Demikian juga sengketa Pilkada yang berujung ke Mahkamah Konstitusi kebanyakan akibat jumlah pemilih yang amburadul," ujarnya. 


Bawaslu Daerah dan Pemda Diminta Tertibkan Spanduk Caleg

 Bawaslu Daerah dan Pemda Diminta Tertibkan Spanduk Caleg 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Spanduk dan baliho sebagai alat peraga untuk memperkenalkan calon legislatif sementara sudah menyesaki ruang publik. Mereka memamerkan foto diri dan partainya. Karena belum waktunya, Bawaslu akan menertibkan spanduk tersebut. 
Anggota Bawaslu RI, Nasrullah mengaku jika sendirian menurunkan spanduk dan baliho tersebut tak mampu. Karenanya Bawaslu menginstruksikan Bawaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten atau kota berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan partai politik.
"Untuk itu Bawaslu menginstruksikan Bawaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten atau kota berkoordinasi dengan pemda, KPU daerah dan parpol, menertibkan alat peraga caleg karena belum jadi caleg tetap," ujar Nasrullah di Jakarta, Kamis (1/8/2013).
Menurut Nasrullah, saat ini kampanye dengan alat peraga belum waktunya dilakukan caleg sementara. Kampanye dan alat peraga hanya berlaku untuk partai politik yang sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu sejak Januari. Karena masih caleg sementara, maka belum bisa memasang alat peraga.
Nasrullah mengakui, implementasi penertiban alat peraga caleg sementara di ruang publik, butuh koordinasi yang kuat dengan pemerintah daerah. Mengingat mereka lah yang memiliki wilayah dan berhak menurunkan alat peraga yang dipasang tanpa aturan.
"Di level pemda sesungguhnya sudah ada namanya Tim Desk Pemilu. Harapan kita Bawaslu, Tim Desk Pemilu tidak mengabaikan atau tidak lupa melakukan penertiban alat peraga ini. Nah, untuk penertiban menjadi domain pemerintah daerah," tambahnya.
Bawaslu atau Panwaslu tidak bisa mengeksekusi sendiri. Maka butuh kerjasam dengan pemda untuk menertibkannya, tentu saja menggandeng dan berkoordinasi dengan partai politik. Nasrullah mengaku, pengawas sudah menurunkan spanduk di daerah namun jumlahnya belum tahu.

Sumber : www.tribunnews.com

Bawaslu Terus Pasok Temuan Masalah DPS ke KPU



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Muhammad mengaku pihaknya sudah mengantongi temuan masalah di lapangan terkait daftar pemilih sementara (DPS) dari hari ke hari dan diteruskan sebagai masukan untuk Komisi Pemilihan Umum.
"Temuan Bawaslu sama seperti kemarin. Misalnya ada yang sudah meninggal tapi namanya masih tercantum, terus ada NIK yang sama. Itu koreksi Bawaslu terhadap data DPS," ujar Muhammad kepada wartawan di Jakarta, Kamis (1/8/2013).
Menurut Muhammad, ada dua mekanisme Bawaslu menginventarisir masalah DPS di lapangan, pertama menunggu laporan masyarakat, dan kedua menerjunkan pengawasan yang aktif bekerja memantau pemutakhiran data oleh panitia pendaftaran pemilih (Pantarlih).
Sayangnya, masyarakat kurang perhatian atau aktif melaporkan nama mereka atau keluarganya yang belum tercantum dalam DPS, atau sudah meninggal tapi tidak dilaporkan. Muhammad menduga, kurang aktifnya masyarakat menanggapi DPS karena kurangnya sosialisasi.
"Seharusnya masyarakat peduli terkait DPS. Karena kurangnya partisipasi masyarakat, maka kita menggerakkan petugas pengawasan di lapangan. Temuan yang didapat tidak kita simpan lama tapi langsung diserahkan ke KPU," tambahnya.
Muhammad memastikan, Bawaslu akan terus mengawal bagaimana kwalitas DPS terus membaik dan mengurangi seminimal mungkin kesalahan daftar pemilih sampai ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap (DPT). Penyerahan langsung masalah DPS ini agar KPU langsung memperbaikinya. 

Bawaslu: Kampanye Libatkan Anak, Parpol Ditindak!

  • Penulis :
  • Deytri Robekka Aritonang
Ilustrasi kampanye yang melibatkan anak-anak | AFP PHOTO / MOHAMMED ABED

JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akan memberi sanksi bagi partai politik (parpol) atau penyelenggara kampanye yang memobilisasi anak-anak dalam aktivitas kampanye. Terkait sanksi pidana yang dikenakan, Bawaslu akan berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

“Kami akan memberi teguran kepada penyelenggara kampanye dan parpol serta meminta KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk memberi penalti,” ujar anggota Bawaslu Daniel Zuchron saat ditemui di Jakarta, Rabu (31/7/2013).

Dia menjelaskan, mekanisme pemberian sanksi itu akan dilakukan dengan mengundang penyelenggara kampanye untuk meminta penjelasan yang bersangkutan. “Kalau penjelasannya tidak memuaskan, ya kami minta KPU untuk menindak,” katanya.

Soal ancaman pidana seperti yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Daniel mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan KPAI. Dia menyebutkan, jika ditemukan mobilisasi anak-anak dalam kampanye yang mengancam keselamatannya, Bawaslu akan menyampaikannya kepada KPAI.

“Kami punya kewenangan menyampaikan ke KPAI. UU Pemilu mengatur berbeda, tapi kalau ada tindak lanjutnya, kami akan menyampaikan ke KPAI bahwa partai ini sering melanggar dan supaya ini ditindaklanjuti oleh KPAI,” jelas Daniel.

KPU akhirnya melarang pelibatan anak-anak dalam kampanye pemilu. Aturan ini dimuat dalam Peraturan KPU Pasal 32 Ayat (1) butir J yang berbunyi: "Pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang memobilisasi warga negara Indonesia yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih." 

Ida menjelaskan, kriteria anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 17 tahun dan belum menikah. Untuk pengawasan, KPU menyerahkan sepenuhnya kepada Bawaslu. Bagi peserta pemilu yang melanggar aturan ini, akan dijerat dengan sanksi administratif. Sementara sanksi pidana, menurut Ida, tidak bisa diterapkan karena tidak diatur dalam undang-undang.

"Sanksinya administratif, tidak ada sanksi pidana. Itu kan tidak diatur dalam UU. Dalam peraturan KPU, tidak bisa memunculkan sanksi kalau tidak diatur dalam UU,” jelasnya.

Sumber : nasional.kompas.com